Kekerasan Seksual Dominan Menimpa Anak-anak NTB, Wabup Lotim Sebut Perlu Duplikasi Kerja LPA

Gawe Gubuk di Desa Paok Motong

Selong,DS-Ketua bidang I TP PKK NTB, Hj. Lale Prayitni Lalu Gita Ariadi, mengatakan kekerasan seksual mendominasi kasus kekerasan terhadap anak di NTB. Tahun 2023 dengan  645 kasus, tahun 2024 dengan 633 dan 197 kasus (hingga Juni) 2025, kekerasan seksual menempati urutan teratas.

Memberikan sambutan pada Gawe Gubuk Layanan Integrasi Pencegahan Perkawinan Anak  di Desa Paok Motong, Kecamata Masbagik, Kabupaten Lombok Timur,  Rabu (10/9), Lale menyebutkan setelah kekerasan seksual, berikutnya adalah kekerasan fisik, kekerasan psikis, eksploitasi, dan penelantaran.

Di Kabupaten Lombok Timur, kata dia, hingga  30 juni 2025 terjadi sebanyak 54 kasus, masing-masing melibatkan laki-laki 7 orang dan sisa perempuan 47 orang.

“Dari kasus kekerasan itu, kekerasan seksual sebanyak 24 kasus,” ujarnya dalam moment yang berkaitan dengan Program Berani II yang dihadiri Wakil Bupati Lombok Timur, Edwin Hadiiwijaya dan sejumlah kepala OPD terkait.

Menurut Lale, masalah pola asuh menjadi salah satu penyebabnya.  “Karena banyak anak-anak diasuh oleh neneknya. Orang tua bekerja jadi pekerja migran yang menyebabkan kesalahan pola asuh sehingga membuat stunting dan kenakalan remaja,” cetusnya.

Selain kasus kekerasan, Lale Prayitni juga menyebut pernikahan anak di NTB  tertinggi di Indonesia. Karena itu, ia berharap  toga dan toma berperan serta membantu mengatasi permasalahan yang tidak lepas dari tingginya angka kemiskinan.

“Kalau makmur angka ini bisa berkurang atau nol,” ujarnya.

Menurut Lale, TP PKK siap bersama mengatasi dan mencegah untuk menurunkan angka perkawinan anak. Bahkan pihaknya berharap kekerasan terhadap anak bisa menjadi nol menuju generasi Indonesia Emas 2045.

Wakil Bupati Lombok Timur, Edwin Hadiwijaya, pada kesempatan yang sama mengatakan bahwa dalam  perlindungan anak, Pemkab Lombok Timur melakukan strategi seperti penerbitan regulasi, pembentukan Satgas Perlindungan Perempuan dan Anak, peningkatan kapasitas UPTD PPA, pembentukan PATBM, forum anak, Duta Genre dan Kampung KB.

Dari regulasi, kata dia, ada sekolah ramah anak sebanyak 1.109 unit,  22 desa layak anak, 27 puskesmas ramah anak, 19 PATBM, 254 forum anak desa, forum anak di 21 kecamatan, dan sebanyak 4 unit pusat pembelajaran keluarga. Namun, ia mengakui data perkawinan anak masih cukup tinggi. Tahun 2025 perkawinan anak 19 kasus.

“Mengapa kasus masih banyak?” katanya dengan nada tanya. “Perkawinan anak tidak hanya dilimpahkan obyeknya pada anak saja tetapi juga orang tua. Sehingga, perlu berbagi peran di bidang masing-masing,” lanjut Edwin.

Ia menyebut Ikatan Penyuluh Agama (IPARI) dalam waktu dekat akan membuat materi khotbah pencegahan perkawinan anak yang kemudian disebarluaskan ke masjid.

“Jadi sisi IPARI pada sisi peran kepada orang tua,” ujarnya seraya menekankan agar yang lain berperan pada sisi masing masing  sehingga sasaran fokus dan bisa dievaluasi sampai di mana kerja-kerja yang sudah dilakukan.

Edwin pun  berharap TP PKK NTB bersinergi dengan PKK kabupaten dengan membuat peta desa yang tinggi perkawinan anak.

“Kita bisa lakukan duplikasi apa yang dilakukan NGO seperti LPA NTB. Mohon kegiatan PKK bisa bergandengan tangan dengan kabupaten karena sangat berpengaruh dengan angka provinsi,” cetusnya. ian

Exit mobile version